Apa makna di balik urutan tinggi jari tangan?
Mungkin jawaban umumnya adalah hal itu diciptakan agar manusia mudah
menggeng
gam atau mencengkeram sesuatu didalam
aktivitasnya.
Allah tidak menciptakan manusia kecuali yang terbaik.
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (٥)
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).(At-Tin 4-5)
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ -٧-
Yang Memperindah segala sesuatu yang Dia Ciptakan dan yang Memulai penciptaan manusia dari tanah,(As-Sajdah 7)
Rahasia dibalik tinggi jari yang berbeda-beda itu adalah merupakan Tanda
perjalanan kehidupan manusia itu sendiri.
Mari kita telusuri.
1. Jari kelingking (Zaman nabi Adam)
Mengapa jari kelingking adalah zaman Adam?
Kita harus pahami bahwa bahasa Al Quran dibaca dengan cara dimulai dari
kanan ke kiri.
Dan nama Allah yang tercetak di jari kita pun, huruf Alif nya adalah jari
kelingking.
Dari itulah dapat disimbolkan bahwa Jari Kelingking adalah zaman Adam.
Karena memang Adam lah Manusia Pertama.
2. Jari Manis (Zaman nabi Idris)
Mengapa setelah Kelingking, terdapat Jari Manis yang ukurannya lebih tinggi
dari Jari Kelingking itu?
Itu mengartikan bahwa kehidupan yang di jalani oleh masyarakat manusia di
zaman nabi Idris sungguh memiliki peradaban yang lebih tinggi di banding ketika
zaman nabi Adam.
Semakin berkembang.
Berbagai penemuan puluhan benda kuno namun canggih yang oleh ilmuwan disebut
sebagai bukti kehebatan dari cerdasnya masyarakat zaman dahulu itu secara tidak
langsung melengkapi analisa ini.
3. Jari Tengah (Zaman nabi Nuh)
Mengapa Jari Tengah ukurannya lebih tinggi dari 2 jari sebelumnya, Jari
Manis dan Jari Kelingking?
Itu menandakan bahwa kehidupan masyarakat manusia di zaman Nuh adalah zaman
Puncak peradaban.
Di mana segala sendi kehidupan manusia pada zaman itu telah sampai pada titik
tertingginya.
Namun sungguh teramat sayang ketika kemajuan peradaban tidak membawa pada
arah ketakwaan, akhirnya Allah menghukum mereka -masyarakat Zaman Nuh- dengan
mengirimkan bencana Banjir Dahsyat.
Dari situlah akhirnya orang-orang kafir dibinasakan sementara manusia yang
selamat (Nuh beserta umatnya) berkembang biak kembali dan peradaban pun di
mulai dari titik 0 lagi.
Dan Jari Tengah (Zaman nabi Nuh) pun akhirnya menjadi BATAS TOLAK UKUR
antara 2 episode perjalanan kehidupan manusia.
Umat sebelum Zaman Nuh dan Umat sesudah Zaman Nuh.
4. Jari Telunjuk (Zaman nabi Ibrahim)
Mengapa Jari Telunjuk ukurannya malah menjadi lebih rendah (turun) dibanding
Jari tengah?
Mensinyalkan bahwa apa yang ada pada zaman nabi Ibrahim (mulai dari ukuran
tubuh manusia, ukuran kepintaran manusia, ukuran kemakmuran manusia) semuanya
menjadi menyusut diperkecil oleh Allah dibanding dengan saat manusia pada waktu
sebelum zaman nabi Nuh.
Kelebihan Zaman Ibrahim adalah Allah menjadikan sosok nabi Ibrahim ini
sebagai 'Bapaknya' para nabi.
Dari sini beliau dijadikan figur ajaran Tauhid bagi orang-orang yang mencari
kebenaran.
Sebab beliau merupakan orang Paling Pemberani yang pernah ada dalam menyebarkan
ajaran paham satu Tuhan.
Dari sebab itulah kenapa Telunjuk disimbolkan dengan zaman Ibrahim, karena
Jari Telunjuk memang merupakan simbol untuk penyebutan angka 1.
5. Jari Jempol (Zaman nabi Muhammad)
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim
seorang yang hanif" dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan".(An-Nahl - 123)
وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ (٢) إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (٣)
"Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, Sungguh, engkau (Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul,(yang berada) di atas jalan yang lurus".(QS Yasiin: 2-4)
Jari Jempol (Zaman nabi Muhammad) adalah jari yang paling pendek dari ke
empat jari sebelumnya.
Mengisyaratkan bahwa apa yang ada pada zaman ini merupakan zaman sisa-sisa
kehidupan.
Segala keberhasilan kita dalam bidang teknologi yang kita banggakan, tetap
tidak akan pernah sanggup untuk melampaui apa yang pernah dicapai oleh umat
sebelum kita.
Dari itulah Al Quran sering kali menegaskan jika umat sebelum kita yang
segala sesuatunya lebih tinggi (lebih hebat) saja mampu dibinasakan, apalagi
zaman kita !!!
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الْأُولَىٰ فَلَوْلَا تَذَكَّرُونَ
"Dan sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan pertama, maka
mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran?".(QS Al Waqiah: 62)
Namun disamping itu semua janganlah berkecil hati, sebab di balik rendahnya
'derajat' zaman ini (zaman penghabisan) Allah tetap Maha Penyayang terhadap
mahluk bernama manusia.
Lihatlah betapa akhirnya Dia menurunkan Al Quran melalui Muhammad sebagai
kitab Ummul Ilmu (Ibu Ilmu).
Sesuai dengan istilah pada Jari Jempol itu (Ibu Jari).
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
"Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Qur'an) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi peringatan bagi seluruh alam".(QS. Al Furqaan: 1)
Manusia adalah makhluk yang unik.
Kita sering melihat manusia yang begitu baik. Seperti seorang guru yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mendidik masyarakat. Ada juga yang menghabiskan hidupnya untuk membantu masyarakat di desa terpencil yang belum tersentuh pemerintah. Ada yang rela menjadi ibu bagi anak-anak yatim. Alhasil, banyak kita temukan manusia yang berhati malaikat.
Namun ditempat lain, kita akan temukan mereka yang bengis. Begitu jahat dan tak punya hati nurani. Mudah sekali membunuh orang lain. Tertawa melihat darah tercecer. Bangga bisa mencabut nyawa ribuan orang. Sungguh bejat perilaku mereka.
Dua makhluk itu sama-sama manusia. Tapi perilaku mereka jauh berbeda. Lantas, bagaimana sebenarnya hakikat manusia itu? Mari kita bertanya pada Sang Pencipta melalui Kitab-Nya.
Manusia menurut Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an, banyak kita temukan ayat yang begitu memuliakan manusia. Di sisi lain, ada ayat-ayat yang menggambarkan kehinaan dan kerendahan manusia. Seakan dua macam ayat ini saling kontradiksi. Yang satu begitu memuliakan, yang lain sangat menjatuhkan. Kiranya, apa hikmah dibalik ayat-ayat yang berbeda ini?
Pada awalnya, kita akan melihat ayat-ayat Allah yang memuliakan manusia.
Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali yang terbaik.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ -٤-
“Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(At-Tin 4)
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنسَانِ مِن طِينٍ -٧-
Yang Memperindah segala sesuatu yang Dia Ciptakan dan yang Memulai penciptaan manusia dari tanah,(As-Sajdah 7)
صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ -٨٨-
“(Itulah) ciptaan Allah yang Mencipta dengan sempurna segala sesuatu.”(An-Naml 88)
اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَاراً وَالسَّمَاء بِنَاء وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ -٦٤-
“Allah-lah yang Menjadikan bumi untukmu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap, dan Membentukmu lalu Memperindah rupamu.”(Ghofir 64)
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ -٣-
“Dia Menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, Dia Membentuk rupamu lalu Memperbagus rupamu, dan kepada-Nya tempat kembali.”(At-Taghobun 3)
فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ -١٤-
“Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.”(Al-Mukminun 14)
Allah menyusun manusia dengan bentuk yang terbaik.
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ -٦- الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ -٧- فِي أَيِّ صُورَةٍ مَّا شَاء رَكَّبَكَ -٨-
“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih. Yang telah Menciptakanmu lalu Menyempurnakan kejadianmu dan Menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dikehendaki, Dia Menyusun tubuhmu.”(Al-Infithor 6-8)
مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ -١٨- مِن نُّطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ -١٩-
“Dari apakah Dia (Allah) Menciptakannya? Dari setetes mani, Dia Menciptakannya lalu menentukannya.”(Abasa 18-19)
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيراً -٢-
“Dia Menciptakan segala sesuatu, lalu Menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.”(Al-Furqon 2)
Allah membimbing manusia sampai kepada puncak kesempurnaan.
قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى -٥٠-
Dia (Musa) menjawab, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah Memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian Memberinya petunjuk.”(Thoha 50)
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ -١٠-
“Dan Kami telah Menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan).”(Al-Balad 10)
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِراً وَإِمَّا كَفُوراً -٣-
“Sungguh, Kami telah Menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.”(Al-Insaan 3)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا -٨-
“Maka Dia Mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,”(As-Syams 8)
Manusia dimuliakan oleh Allah diatas segalanya.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً -٧٠-
“Dan sungguh, Kami telah Memuliakan anak cucu Adam, dan Kami Angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami Beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami Lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami Ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”(Al-Isra’ 70)
عَلَّمَ الْقُرْآنَ -٢- خَلَقَ الْإِنسَانَ -٣- عَلَّمَهُ الْبَيَانَ -٤-
“Yang telah Mengajarkan al-Quran. Dia Menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara.”
عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ -٥-
“Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”(Al-Alaq 5)
Allah ciptakan segalanya untuk manusia.
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشاً وَالسَّمَاء بِنَاء وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ -٢٢-
“(Dia-lah) yang Menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia-lah yang Menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia Hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu.”(Al-Baqarah 22)
اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الأَنْهَارَ -٣٢- وَسَخَّر لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَآئِبَينَ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ -٣٣-
“Allah-lah yang telah Menciptakan langit dan bumi dan Menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia Mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah Menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan Kehendak-Nya, dan Dia telah Menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah Menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu.”(Ibrahim 32-33)
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا -٣٤-
“Dan Dia telah Memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”(Ibrahim 34)
Dalam sebuah Hadist Qudsi, Allah berfirman:
“Aku Ciptakan segala sesuatu untukmu (manusia) dan aku Ciptakan dirimu untuk-Ku”
“Tanpamu Wahai Muhammad, Aku tidak Ciptakan Alam Semesta”
Kita telah melihat banyak ayat mengenai kemuliaan manusia di sisi Allah swt. Begitu banyak ayat yang meletakkan posisi manusia diatas makhluk yang lain. Sekarang, kita akan melihat bagaimana Al-Qur’an berkomentar tentang sisi buruk manusia.
إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ -٣٤-
“Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”(Ibrahim 34)
إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً -٧٢-
“Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.”(Al-Ahzab 72)
وَكَانَ الإنسَانُ قَتُوراً -١٠٠-
“Dan manusia itu memang sangat kikir.”(Al-Isra’ 100)
وَيَدْعُ الإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإِنسَانُ عَجُولاً -١١-
“Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.”(Al-Isra’ 11)
وَإِذَا مَسَّكُمُ الْضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلاَّ إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الإِنْسَانُ كَفُوراً -٦٧-
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang (biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia Menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).”(Al-Isra’ 67)
وَكَانَ الْإِنسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلاً -٥٤-
“Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.”(Al-Kahfi 54)
وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفاً -٢٨-
“Karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.”(An-Nisa’ 28)
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً -٢٠- وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعاً -٢١-
“Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.”(Al-Ma’arij 21)
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ -٦-
“Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhan-mu Yang Maha Pengasih.”(Al-Infithor 6)
إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ مُّبِينٌ -١٥-
“Sungguh, manusia itu pengingkar (nikmat Tuhan) yang nyata.”(Az-Zukhruf 15)
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى -٦- أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى -٧-
“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.”(Al-Alaq 6-7)
إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ -٦-
“Sungguh, manusia itu sangat ingkar, (tidak bersyukur) kepada Tuhan-nya”(Al-Adiyat 6)
قُتِلَ الْإِنسَانُ مَا أَكْفَرَهُ -١٧-
“Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia!”(Abasa 17)
خَلَقَ الإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ -٤-
“Dia telah Menciptakan manusia dari mani, ternyata dia menjadi pembantah yang nyata.”(An-Nahl 4)
أَوَلَمْ يَرَ الْإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِن نُّطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُّبِينٌ -٧٧-
“Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami Menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata!”(Yasin 77)
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاء عَرِيضٍ -٥١-
“Dan apabila Kami Berikan nikmat kepada manusia, dia berpaling dan menjauhkan diri (dengan sombong); tetapi apabila ditimpa malapetaka maka dia banyak berdoa.”(Fussilat 51)
وَإِذَا مَسَّ الإِنسَانَ الضُّرُّ دَعَانَا لِجَنبِهِ أَوْ قَاعِداً أَوْ قَآئِماً فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَا إِلَى ضُرٍّ مَّسَّهُ َ -١٢-
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami Hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (kejalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.”(Yunus 12)
Dari sekian banyak ayat yang telah kita baca bersama. Satu sisi manusia diangkat tinggi derajatnya. Di sisi lain, sifat manusia begitu buruk dengan sekian banyak komentar Al-Qur’an tentangnya. Apakah dua macam ayat ini bertentangan? Apakah keduanya kontradiksi? Sementara Allah berjanji bahwa tidak ada yang bertentangan didalam Al-Qur’an.
Wallahu 'alam
Semoga bermanfaat.