Rabu, 08 Februari 2017

Asal usul "Man arofa nafsahu"

Dalam AL-Hawi Lil Fatawa, kitab Fatawa yang ditulis oleh Imam Suyuthi Rahimahullah, menjelaskan bahwa kaliamat :
 

ﻣﻦ ﻋﺮﻑ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻘﺪ ﻋﺮﻑ ﺭﺑﻪ

"MAN 'ARAFA NAFSAHU FAQAD 'ARAFA RABBAHU"
Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya.
Dan kaliamat yang menyerupai kaliamat tersebut bukanlah sebuah haditsrasul Saw menurut pendapat Ibnu Taimiyah dan Imam Zarkasyi, dan Imam Nawawi mengatakan ini bukanlah hadits yang Tsabit (kokoh) kedudukannya:
 

المقال الأول: إن هذا الحديث ليس بصحيح وقد سئل عنه النووي في فتاويه فقال أنه ليس بثابت وقال ابن تيمية وقال الزركشي ص في الأحاديث المشتهرة ذكر ابن السمعاني أنه من كلام يحيى بن معاذ الرازي.

Maqalah yang pertama, ini bukanlah hadits yang shahih, Imam Nawawi pernah ditanya, kemudian dijelaskan dalam kitab fatawanya, itu bukanlah hadits yang kokoh kedudukannya, Ibnu Taimiyah dan Imam Zarkasyi dalam kitab-kitab hadits yang terkenal yang menyebutkan adalah Ibnu As-Sam'any, ini adalah maqolah Yahya bin Mu'adz Ar-Razi.
 

المقال الثاني في معناه: قال النووي في فتاويه: معناه من عرف نفسه بالضعف والافتقار إلى الله والعبودية له عرف ربه بالقوة والربوبية والكمال المطلق والصفات العلى.

Maqalah yang kedua tentang penjelasan tekstual diatas, Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Fatawanya.
"MAN 'ARAFA NAFSAHU"
Siapa yang mengenali dirinya, dengan segala kekurangan dan sangat butuh kepada Alloh dan menghamba kepada Alloh Swt, maka dia akan mempunyai keimanan yang kokoh, mengetahui sifat-sifat ketuhanan dan kesempurnaan sifat Alloh Swt Yang Maha Suci.(Kitab AL-HAWI FATAWA IMAM SUYUTHI)


PESAN HIKMAH YAHYA IBN MU'ADZ AR-RAZI
Menurut Imam Ibnu As-Sam’ani, sebenarnya tokoh yang pertama kali mengenalkan ucapan 'man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu' (Barang siapa yang mengenal dirinya maka telah mengenal Tuhannya) Yahya ibn Mu’adz Ar-Razi (w. 257 H). Ucapan ini menjadi sangat populer di dunia tasawuf, bahkan banyak menyebut sebagai hadis. Penjelasan ini disebut Imam As-Sam’ani dalam kitab Ad-Durar Al-Mutanatsirah fil al-ahadits al-musytabirah.

Yahya ibn Mu’adz Ar-Razi adalah ulama genarasi tabi'in yang dikenal sangat zuhud dan wara. Beliau dalam jajaran ulama hadis, dikenal sebagai seorang yang adil.
Yahya ibn Mu’adz Ar-Razi memberi pesan hikmah tentang sedekah:
“Suatu hari aku sedang dalam perjalanan jauh. Hingga aku melewati Rei (sebuah kota dekat Teheran, Iran), terbetik dalam hatiku perang batin antara bekal dan sedekah, aku pun merenung sejenak.
Tiba-tiba kudengar suara gaib,

أَخْرِجْ مَا فِيْ الْجَيْبِ نُعْطِيْكَ مِنَ الْغَيْبِ

‘Keluarkan yang ada di saku, kami akan membalasmu dari arah (gaib) yang tak kau tahu.’” (Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Kasyfu Al-Khafa).

KEDUDUKAN HADIS MAN AROFA NAFSAHU FAQOT AROFA ROBBAHU

Kedudukan hadis man arofa nafsahu faqot arofa robahu
Fatawa sufiyah lis suyuti

ﺹ: 288 ] - 68 ﺍﻟﻘﻮﻝ ﺍﻷﺷﺒﻪ
ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﻋﺮﻑ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻘﺪ ﻋﺮﻑ ﺭﺑﻪ

tentang arti hadist barang siapa yg mengenal dirinya maka ia akan mengenal tuhannya.

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﺻﻄﻔﻰ . ﻭﺑﻌﺪ

ﻓﻘﺪ ﻛﺜﺮ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻋﻦ ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺬﻱ ﺍﺷﺘﻬﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﻟﺴﻨﺔ : " ﻣﻦ ﻋﺮﻑ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻘﺪ ﻋﺮﻑ ﺭﺑﻪ "


dengan menyebut nama allah yg maha pengasih lagi maha penyayang.dan segala puji bagi allah dan keselamatan atas hamba yang terpilih )muhammad(
dan sesudah itu byk pertanyaan yang mashur dari arti hadis
"barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal tuhannya"

ﻭﺭﺑﻤﺎ ﻓﻬﻢ ﻣﻨﻪ ﻣﻌﻨﻰ ﻻ ﺻﺤﺔ ﻟﻪ , ﻭﺭﺑﻤﺎ ﻧﺴﺐ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻡ ﺃﻛﺎﺑﺮ , ﻓﺮﻗﻤﺖ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﺮﺍﺳﺔ ﻣﺎ ﻳﺒﻴﻦ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﻭﻳﺰﻳﻞ ﺍﻹﺷﻜﺎﻝ ،

ﻭﻓﻴﻪ ﻣﻘﺎﻻﺕ :


dan dalam masalah ini ada dua pernyataan/ ucapan

ﺍﻟﻤﻘﺎﻝ ﺍﻷﻭﻝ : ﺇﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻟﻴﺲ ﺑﺼﺤﻴﺢ , ﻭﻗﺪ ﺳﺌﻞ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﻓﺘﺎﻭﻳﻪ ﻓﻘﺎﻝ : ﺇﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﺑﺜﺎﺑﺖ , ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ : ﻣﻮﺿﻮﻉ , ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺰﺭﻛﺸﻲ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﺸﺘﻬﺮﺓ : ﺫﻛﺮ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺴﻤﻌﺎﻧﻲ : ﺇﻧﻪ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻣﻌﺎﺫ ﺍﻟﺮﺍﺯﻱ .


Ungkapan yang pertama
hadist ini di nyatakan tidak sohih.
Dan imam nawawi pernah ditanya dalam fatwanya.
Beliu berkata bahwa hadist ini tidak ada ketetapan. Dan ibnu taimiyah mnyatakan hadist ini maudu'dan imam zarkasi meyebutnya dalam hadist2 yang mashur. Ibnu sam'ani menyebutkan sesungguhnya perkataan ini di utarakan oleh yahya bin muad arrazi.

ﺍﻟﻤﻘﺎﻝ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ : ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﻓﺘﺎﻭﻳﻪ : ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﻋﺮﻑ ﻧﻔﺴﻪ ﺑﺎﻟﻀﻌﻒ ﻭﺍﻻﻓﺘﻘﺎﺭ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻌﺒﻮﺩﻳﺔ ﻟﻪ ﻋﺮﻑ ﺭﺑﻪ ﺑﺎﻟﻘﻮﺓ ﻭﺍﻟﺮﺑﻮﺑﻴﺔ ﻭﺍﻟﻜﻤﺎﻝ

ﺍﻟﻤﻄﻠﻖ ﻭﺍﻟﺼﻔﺎﺕ ﺍﻟﻌﻠﻰ ،


ucapan yang ke dua arti dari hadist di atas. Barang siapa yang mengenal dirinya dengan lemah dan merendahkan diri pada allah dan trus ibadah pada nya maka ia akan mengenal tuhannya. Dengan kekuatan rububiyah dan kesempurnaan yang mutlak dan sifat2nya yang maha tinggi.

وقال الشيح تاح الدين بن عطاء الله فى لطالف المتن.


dan berkata syeh tajuddin bin ataillah dalam kitab lithaifil matni.

سمعت شيخنا أبا العباس المرسى يقول فى هذا الحديث تأويلان


saya mndengar dari guru saya syeh abal abbas al-mursi beliu berkata dalam hadist ini ada dua ta'wil

ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ : ﺃﻱ ﻣﻦ ﻋﺮﻑ ﻧﻔﺴﻪ ﺑﺬﻟﻬﺎ ﻭﻋﺠﺰﻫﺎ ﻭﻓﻘﺮﻫﺎ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻌﺰﻩ ﻭﻗﺪﺭﺗﻪ ﻭﻏﻨﺎﻩ , ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺃﻭﻻ ﺛﻢ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ .


Salah satu dari ta'wilan
artinya barang siapa dirinnya dengan kerendahan dan kefakiran
maka ia akan kenal pada allah dengan kemulyaannya.
Kekuasaannya serta kekayaannya.
Pertama ia akan mengenal jiwa dan selanjutnya ia akan mengenal allah.

ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺃﻥ ﻣﻦ ﻋﺮﻑ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻘﺪ ﺩﻝ ﺫﻟﻚ ﻣﻨﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ , ﻓﺎﻷﻭﻝ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺴﺎﻟﻜﻴﻦ ،

ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﻤﺠﺬﻭﺑﻴﻦ .

Yang kedua.
Sesungguhnya barang siapa yang mengenal akan dirinya maka sungguh ia diberikan petunjuk sungguh ia telah mengenal allah dari sebelumnya. Adapun yang pertama itu adalan orang yang salik ) menuju allah( dan ke dua adalah prihal orang yg majdubien ) gila akan allah

ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻃﺎﻟﺐ ﺍﻟﻤﻜﻲ ﻓﻲ " ﻗﻮﺕ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ " : ﻣﻌﻨﺎﻩ

ﺇﺫﺍ ﻋﺮﻓﺖ ﺻﻔﺎﺕ ﻧﻔﺴﻚ ﻓﻲ ﻣﻌﺎﻣﻠﺔ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻭﺃﻧﻚ

ﺗﻜﺮﻩ ﺍﻻﻋﺘﺮﺍﺽ ﻋﻠﻴﻚ ﻓﻲ ﺃﻓﻌﺎﻟﻚ ﻭﺃﻥ ﻱﻋﺎﺏ ﻋﻠﻴﻚ

ﻣﺎ ﺗﺼﻨﻌﻪ ﻋﺮﻓﺖ ﻣﻨﻬﺎ ﺻﻔﺎﺕ ﺧﺎﻟﻘﻚ , ﻭﺃﻧﻪ ﻳﻜﺮﻩ ﺫﻟﻚ

ﻓﺎﺭﺽ ﺑﻘﻀﺎﺋﻪ ﻭﻋﺎﻣﻠﻪ ﺑﻤﺎ ﺗﺤﺐ ﺃﻥ ﺗﻌﺎﻣﻞ ﺑﻪ .

ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺰ ﺍﻟﺪﻳﻦ : ﻗﺪ ﻇﻬﺮ ﻟﻲ ﻣﻦ ﺳﺮ ﻫﺬﺍ

ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﺎ ﻳﺠﺐ ﻛﺸﻔﻪ ﻭﻳﺴﺘﺤﺴﻦ ﻭﺻﻔﻪ ﻭﻫﻮ ﺃﻥ

ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﺿﻊ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺮﻭﺡ ﺍﻟﺮﻭﺣﺎﻧﻴﺔ ﻓﻲ

ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﺜﺔ ﺍﻟﺠﺜﻤﺎﻧﻴﺔ ﻟﻄﻴﻔﺔ ﻻﻫﻮﺗﻴﺔ ﻣﻮﺿﻮﻋﺔ ﻓﻲ




Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu

Sebaik baik dalam menjalankan Ibadah kepada Allah adalah dengan terlebih dahulu mengenal Allah.Bersyukurlah kita yang dilahirkan dalam keadaan Islam sehingga memudahkan kita dalam menjalankan makna kata Ke Esaan Allah SWT,dengan didikan dari Orang Tua yg kita cintai dan dari pembelajaran ttg Agama Islam,kita telah mendapat pengetahuan tentang pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT...dan berbahagialah kita sebagai pemeluk Agama yang sempurna yang telah mendapatkan pengetahuan dan pelaksanaan Ibadah kepada Allah yang telah disampaikan langsung oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW sehingga kita tinggal meneruskannya.Di dalam Kitab Suci Umat Islam Al'quran telah begitu lugas dan gamblang Allah telah menjelaskan tentang segala hal baik ttg kehidupan bermasyarakat (Hablumminannash) maupun berhubungan dengan Allah(Hablumminallah).

Tetapi sebagai manusia yang memiliki karunia yang sangat besar yang membedakan kita dengan makhluk apapun di dunia ini yaitu Akal Fikiran dan Hati Nurani maka sudah selayaknyalah kita belajar dan mengkaji makna yang terkandung dalam Al'quran maupun Hadist Rasulullah SAW sehingga kita bisa menjalankan Ibadah yang sebenar benar di terima Allah SWT.
Seperti tema yang kita bahas yaitu AWALLUDIN MA'RIFATULLAH yang berarti Awal Agama Mengenal Allah maka sebagai manusia yang berakal sudah sepatutnya kita mencoba tuk lebih dalam Mengenal Allah.
Mengutip perkataan Imam Al-Ghazali yang mengatakan : “Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia- sia.”

Banyak kalangan masyarakat yang saya jumpai yang sepertinya enggan tuk lebih dalam mengenal Allah dengan berbagai alasan,salah satunya dengan mengatakan bahwa semua sdh diatur dlm Al-quran dan Hadist dan sdh dijalankan oleh Rasulullah,Sahabat dan para Ulama ,kita tinggal menjalankannya tanpa perlu tahu lebih dalam lagi mengenai Allah..saya mengatakan bahwa mereka tidaklah salah sebab bagi umat Islam yang hanya mengikuti Aturan Islam saja InsyaAllah sudah dijamin Akhiratnya.Yang jadi permasalahan jika kita hanya mengikuti aturan yang sdh ada dengan apa adanya ,APAKAH BISA MENJAMIN hingga akhir hayat nanti tetap ber Iman kpd Allah dlm makna yang sebenarnya?? sebab dunia sekarang ini terlalu banyak halangan dan rintangan bagi kita yang dengan sangat mudah menggeser Akidah kita terhadap Allah dan Rasul Nya.Saya hanya menyarankan kepada kita agar lebih meluangkan waktu sedikit dan menggunakan hati dan akal sedikit saja tuk mencoba mengenal Allah sebagai dasar ke TAUHID an kita kepada Allah.

Kemudian timbul pertanyaan bagaimana MENGENAL ALLAH (Ma'rifatullah) tersebut....saya bukanlah ahli Fiqih maupun ahli dalam Ilmu Ma'rifat tetapi sedikit akan saya bagi pemahaman yg saya dapat dlm Mengenal Allah.Mengenal Allah tidak akan pernah lepas dari konteks awal yaitu MENGENAL DIRI,seperti Hadist Qudsi dan Hadist Rasullah di bawah ini:

1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.

2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAOLANA BIGOERI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BAIDA : Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU DHOHIRULLAAH : Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah dhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU : Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.

7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGOFA, DI DALAM SYAGOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YARIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.

10. MAA AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.



Jelas sekali dari Hadist tersebut di atas menggambarkan bahwa Untuk Lebih Mengenal Allah maka kita haruslah Mengenal diri kita terlebuh dahulu. Mengenal diri tersebut yaitu dengan jalan kita haruslah menggunakan dua sisi Karunia Allah yaitu Fikiran dan Hati Nurani,kita haruslah mengetahui dan mengkaji awal mula sewaktu kita didalam Rahim Ibu,bahkan sebelum kita ada didalam Rahim Ibu, kita berada di mana,kemudian apa tujuan kita (manusia) diciptakan dan akan kembali kemana kita setelah kita tiada...setelah kita mengenal diri kita lebih dalam barulah kita bisa bersaksi dengan ke Imanan yang teguh "LAILAHAILALLAH MUHAMMADURASULULLAH".

Mengenai cara yg lebih dalam tuk lebih mengenal diri dan mengenal Allah dapat dilakukan dengan cara Bertafaqur spt yg telah saya jelaskan pada Entri yg terdahulu yaitu Membuka Hijab..
Jika ada kesalahan saya mohon Ampun kepada Allah SWT sebab Dia lah sumber dari segala kebenaran...semoga bisa bermanfaat bagi yang membutuhkannya...

MAN ARAFA NAFSAHU FAQAT ARAFA RABBAHU
Terdapat hadits yang mengatakan "Barang Siapa Mengenal Dirinya, maka akan mengenal Tuhannya". Bagaimana tahap pertama Langkah yg diharus dilakukan untuk mengenal tuhannya?
Jawaban:
Banyak ulama yang mengatakan bahwa terdapat hadits yang mengatakan "Barangsiapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya". Namun beberapa ulama seperti An-Nawawi dan As-Suyuthiy mengatakan bahwa “Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)”

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang status kalimat tersebut hadits atau bukan, kalimat ini berselarasan dengan yang dikatakan Allah:

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." [QS Al Hasyr (59):19]

Dalam Buku Minhajul Abidin, Imam al Ghazali menjelaskan dengan detil tentang bagaimana mengenal diri menjadi anak kunci untuk mengenal Allah Swt. Beliau mengatakan ada 7 (tujuh) tahapan (aqabah) untuk mengenal diri.

Tahapan pertama adalah "Menuntut Ilmu". Inilah yang dimaksud dalam hadits: "Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap muslim". Ibarat sebuah kompas, ilmu adalah alat bagi kita untuk mencapai sebuah tujuan. Ibarat perjalanan jauh di gurun pasir, ilmu adalah bekal yang menemani perjalanan kita.

Tanpa perbekalan yang tepat kita malah akan membawa bekal yang menjadi beban dalam perjalanan. Tanpa perbekalan yang mencukupi, kita dapat kehausan dan kelaparan di tengah perjalanan.

Tanpa kompas, kita akan tersesat menuju tujuan. Seharusnya berjalanan ke timur, kita malah berjalan ke barat. Harusnya terus berjalan, kita berputar-putar disebuah tempat, menyangka bahwa itu adalah tujuan akhir perjalanan. Al-Quran sesungguhnya sumber ilmu, untuk menempuh perjalanan tersebut.

Dalam menuntut ilmu, kita akan mengetahui bahwa awal yang harus dimiliki oleh setiap pencari Tuhan adalah "keikhlasan", namun memahami keikhlasan juga membutuhkan ilmu.

Hanya para pencari yang sungguh-sungguh mencari Allah sajalah yang akan dijemput-Nya. Siapa yang mendekati berjalan, Dia akan menyambutnya dengan berlari. Siapa yang mendekati sedepak, Dia akan mendekatinya sehasta. Dia akan menyambut dengan sangat gembira, melebihi gembiranya seorang yang kehilangan unta di padang pasir luas, dan tiba-tiba untanya kembali.

“Barangsiapa yang mendekati Allah sedepa, Dia akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari.” (HR Ahmad dan Thabrani)

Nabi saw pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Bagaimana keadaan kalian, seandainya di antara kalian suatu saat berada di padang pasir membawa perbekalan dan unta, lalu kalian tertidur; dan ketika bangun, kalian mendapati unta dan perbekalanmu hilang?”

Para sahabat menjawab, “Tentu cemas sekali, ya Rasulallah!” Rasulullah melanjutkan, “Di saat kalian cemas, tiba-tiba kalian lihat unta itu kembali dari tempat jauh dan menghampiri kalian dengan membawa seluruh perbekalanmu. Apa perasaan kalian?”

Para sahabat kembali menjawab, “Tentu kami akan bahagia sekali.” Nabi yang mulia lalu berkata, “Allah akan lebih bahagia lagi melihat hamba-Nya yang datang kepada-Nya daripada kebahagiaan seseorang yang kehilangan unta kemudian ia melihat untanya datang kembali kepadanya.” (HR. Muslim)

Jika sungguh-sungguh Allah tujuannya, Allah sendirilah yang akan menjaga dari ketersesatan. Allah sendiri yang akan membimbingnya. Namun cara Allah menuntun kata Rumi (Jalaluddin Rumi) cara yang sangat misterius. Menuntut ilmu, juga merupakan perbekalan untuk menjalani tuntunan-Nya yang sangat misterius itu.

Penjelasan ini yang dimaksud dengan kata-kata Imam al Ghazali : "...semua manusia akan rusak kecuali orang yang berilmu, semua manusia yang berilmu akan rusak kecuali orang yang beramal, semua manusia yang beramal akan rusak kecuali orang yang ikhlas".

Jalan menuju Allah adalah sebanyak jiwa hambanya. Artinya, jalan mengendal diri, akan berbeda satu dengan yang lainnya. Namun patternya sama, seperti yang dijelaskan oleh Imam al Ghazali dalam 7 aqabah tersebut. Detil dalam tiap-tiap aqabah ini yang akan berbeda satu sama lain.

***
Secara sturkturisasi unsur, dalam Al Quran Allah mengatakan ada 3 unsur pembentuk manusia:

1. Jasad, tubuh atau jasmani (al-jism)
2. Jiwa atau diri (an-nafs)
3. Ruh atau nyawa (ar-ruh)

Mengenal diri yang akan menjadi jembatan pengenalan kepada Tuhan, bukan pengenalan kepada unsur jasad (al-jism), tetapi kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs).

Jadi bukan pengenalan terhadap bagaimana bentuk mata, telinga, wajah, rambut, tangan, kaki kita yang akan mengantarkan kepada pengenalan kepada Allah, tetapi pengenalan kita kepada jiwa atau diri (an-nafs) yang mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

Jiwa atau diri (an-nafs) berbeda dengan ruh atau nyawa (ar-ruh). Kebanyakan orang menyamakannya. Bahkan terkadang kata an-nafs diterjemahkan sebagai ruh. Karenanya saya mengajak sahabat-sahabat untuk mencoba menelisik AQ dengan mencermati kata dalam Arab-nya, untuk melihat spesifikasinya.

Lalu, kenapa pengenalan kita kepada unsur jiwa atau diri (an-nafs) akan mengantarkan kita kepada Allah?

Karena sesungguhnya unsur pembentuk manusia yang dapat "mengenal" dan "selalu bertemu" dengan Allah adalah unsur jiwa atau diri (an-nafs) ini. Saat manusia belum lahir ke dunia, unsur jiwa atau diri (an-nafs) inilah yang melakukan janji setia kepada Allah Swt dengan mengatakan: "balaa syahidna".

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):

"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" [QS Al A’raaf (7):172]

Karenanya apabila kita mengenal jiwa atau diri (an-nafs), maka akan mengantarkan kita mengenal Allah Swt.

Ketika seorang manusia meninggal dunia, kita sering mendengar kalimat: "Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya". Kata-kata ini sebenarnya kurang tepat, karena mengandung beberapa kerancuan.

Kerancuan pertama adalah mengenai kata "arwah". Arwah adalah jamak dari kata "ruh". Padalah, ruh seseorang adalah tunggal, bukan jamak. Kerancuan yang lain adalah, ruh selalu dalam keadaan suci. Yang terkotori oleh dosa adalah jiwa. Seharusnya yang didoakan adalah jiwa, bukan ruh seseorang.

Ketika seseorang meninggal dunia, maka ruh akan terlepas dari jasad. Ruh inilah yang memberikan "energi" kepada jasad. Sehingga, ketika seseorang masih hidup, jasadnya bisa dirasakan hangat dan tumbuh.

Sementara jika sudah meninggal, jasanya akan dingin karena energinya sudah tidak ada. Ketika jasad dikuburkan, maka jasad akan kembali ke "kampung halamannya" yaitu bumi. Jasad akan hancur. Sementara ruh kembali ke sisi-Nya, tetap dalam keadaan suci sebagaimana pertama kali ia ditiupkan.

Sedangkan yang dialami oleh jiwa (an-nafs), tergantung dari kondisi ketika manusia tersebut ketika masih hidup di alam dunia. Jiwa yang penuh dosa, akan mengalami siksa kubur.

Siksa kubur disini dapat dilihat sebagai proses pembersihan. Sama seperti ketika anak kecil yang habis bermain-main di lumpur. Untuk membersihkan badan si anak, maka perlu dilakukan proses pembersihan melalui mandi. Jika perlu, badan sampai disikat agat bersih.

Tetapi jiwa yang ketika di alam dunia sudah bersih bercahaya, maka ketika manusia tersebut meninggal, sang jiwa hidup disisi Allah dan dapat berjalan-jalan di tengah manusia sampai di kumpulkan kembali di padang mahsyar, namun manusia tidak menyadarinya.

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. [QS Al Anam (6): 122]

Terdapat hadits berkaitan dengan situasi di padang mahsyar, diriwayatkan dari Muadz bin Jabal:
Nabi Muhammad saw bersabda, "Wahai Muadz, sesungguhnya engkau bertanyakan sesuatu yang sangat besar. Ada 12 kelompok umatku akan dihalau ke Padang Mahsyar. Mereka semuanya itu Allah Maha Kuasa tukarkan, tidak seperti mereka hidup ketika didunia."

Golongan itu adalah seperti berikut:

Pertama, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tanpa tangan dan berkaki. Mereka adalah orang yang ketika di dunia dulu suka mengganggu tetangganya.

Kedua, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berupa babi hutan. Mereka adalah orang yang ketika hidupnya meringankan malas dan lalai dalam salat.

Ketiga, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan keledai, mereka Sedangkan perut membesar seperti gunung dan di dalamnya penuh dengan ular dan kalajengking. Meraka ini adalah orang yang enggan membayar zakat.

Keempat, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan darah memancut keluar dari mulut mereka. Mereka ini adalah orang yang berdusta di dalam jual beli.

Kelima, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan berbau busuk lebih daripada bangkai. Mereka ini adalah orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi kerana takut dilihat orang, tetapi tidak takut kepada Allah.

Keenam, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan leher mereka terputus. Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu.

Ketujuh, dibangkitkan dari kubur tanpa mempunyai lidah dan dari mulut mereka mengalir keluar nanah serta darah. Meraka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran.

Kedelapan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan terbalik yaitu kepala kebawah dan kaki keatas, serta farajnya mengeluarkan nanah yang mengalir seperti air. Meraka adalah orang yang berbuat zina dan mati tanpa sempat bertaubat.

Kesembilan, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah hitam gelap dan bermata biru serta perutnya dipenuhi api. Mereka itu adalah orang yang memakan harta anak yatim dengan cara zalim.

Kesepuluh, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan tubuh mereka penuh dengan sopak dan kusta. Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya.

Kesebelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan buta, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut. Perutnya pula menggelebeh hingga ke paha dan keluar beraneka kotoran. Mereka adalah orang yang minum arak.

Keduabelas, dibangkitkan dari kubur dengan keadaan wajah yang bersinar-sinar bercahaya laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirath seperti kilat yang menyambar.

Mereka adalah orang yang beramal soleh dan banyak berbuat baik, selalu menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara salat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka bertaubat dan mendapat ampunan, kasih sayang dan keridhaan Allah.

MAN AROFA NAFSAHU

MAN ‘AROFA
Man ‘arofa nafsahu hadis Nabi
Faqod ‘arofa robbahu tujuan diri
Setelah sampai mengenal diri
Maka tercapai ketentraman hati.
La ilaha illalloh ucapan zahir
Bila mungkir menjadi kafir
Atas hakekat manusia lahir
Cari maknanya dibalik tabir.
Wujud Qidam didalam fana
Meng’isbatkan Alloh Al Baqa
Sholat da’im besar manfaatnya
Agar tercapai ketenangan jiwa.
Syekh Hamzah Al fansury.
Kajian mengenal diri sudah ada semenjak nabi terdahulu, kemudian disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW didalam berita Isro’Mi’roj. Perjalanan ini agar dapat dicontoh umat manusia, mereka yang berharap dapat sampai ke singgasana Alloh dan bertemu dengan Zat yang disembah. Tata cara demikian dimaksudkan agar umat manusia tertuntun dan terarah didalam pencarian kehadiran dirinya, maka hadis Nabi “Man Arofa Nafsahu, Faqod arofa Robbahu” sudah teruji dan terbukti kebenarannya, jalan inilah yang hendak ditapak tilasi kembali.

BAB. I

PENDAHULUAN

وما كان لبشر ان يكلمه الله إلا وحيا او من ورائ حجاب او يرسل رسولا
فيوحي بإ ذنه ما يشآء إنه علي حكيم .
“Tiada seorang manusia dapat menerima bahasa Tuhan, kecuali dengan wahyu (ilham) atau dibalik tabir, atau diutusnya utusan, lalu dengan izinNya diwahyukan tentang apa yang dikehendakiNya, dan Dialah Maha Tinggi dan bijaksana,” (Asysyuuro, QS. 42:51)

“Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu” terambil dari sebuah hadis yang mengandung esensi kaum sufi mengaktualisasikan ke-Ilahi-an dari banyak ayat.
Hadis ini salah satu pendukung dari perjalanan tasawuf, Man arofa yaitu mengenal diri, maka seseorang akan sampai kepada pengenalan tentang kehadiran Alloh, sebab esensi Nur Alloh, Nur Muhammad, Nur Insan adalah Wujud Qidam dan Baqo, Wujud yang tidak terpisahkan oleh ruang dan waktu, karenanya pernyataan bahwa tidak ada selain “Alloh yang dapat mengenal Alloh”, hal demikian tidak dapat dicapai kecuali faqir melangkah dari bawah, yaitu dimulai dengan mengenal Roh Ku atau Nur Insan.
Inilah adab perjalanan spiritual, sebab alam imajinasi tidak akan terlindungi oleh awan “ma’na” kecuali perlindungan itu akan diberikan oleh yang bathin.
Perlindungan bathin adalah dari bathin yang terhampar di qolbu orang mu’min, disitu terbentang terowongan panjang yang tidak terlayani oleh transport modern, kecuali ditempuh dengan sarana spiritual sehingga mampu mengenal yang terindah dan tersimpan, yang mempunyai kemampuan sangat luar biasa, Inilah Roh Ku (Nur Insan) yang hadir bersama Nur Muhammad dan Nur Alloh. Jadi sangat tidak berakalnya manusia, kalau dia menempuh perjalanan spiritualnya keluar dari dirinya, dia melaksanakan syariat tanpa memasuki hakekat.
Kitab Suci tidak membenarkan pengikutnya bersilang selisih, kalimat tauhid tidak membenarkan pengikutnya bertengkar dan bermusuhan, sebab setiap pencari hakekat wujud yang sejati telah berada didalam dirinya. Karena bahasa Alloh adalah simbolis, disampaikan dengan kias mutasyabihat, maka yang mampu menerima sinyal itu adalah kaca mata bathin setiap insane.
Keterbukaan itu dapat menuntun kepada wujud realitas terakhir yang disebut Al-Haq.
Bukan hanya mengakui kata atau kalimat “Illah” atau Alloh dalam bentuk tulisan atau imajinasi ciptaan rekayasa umat manusia, akan tetapi “Iqro kedalam diri”.
Kemanapun umat-Nya hendak menghadap, dimanapun ia berada, sedang apa dan dalam keadaan bagaimanapun juga, tekadnya tidak lagi berubah, pendiriannya teguh, imannya menjadi kokoh.
Kemudahan silih berganti, kemanapun menghadapkan mukanya, maka disitulah wajah Alloh (Al-Baqoroh 2:115) demikianlah kebebasan hakekat telah diberikan kepada umat yang berkehendak menerimanya.
Menginsyafi serta membuktikan tentang adanya kehidupan spiritualisme, hanya ada pada umat manusia yang kritis didalam beragama, bahkan dizaman Nabi Ibrahim kehidupan spiritualis sudah berkembang dan dipegang teguh oleh mayoritas umat, meskipun agama belum ada, tetapi pengikutnya tunduk dan patuh, pasrah dan menyerah kepada Alloh didalam bahasa arab disebut “ISLAM”, keikhlasan didalam kehidupan, kejujuran berbuat itulah hakekat Islam, karena islam bertujuan kepada Alloh, pasrah kepada Nya, maka islam tidak dimonopoli oleh salah satu suku atau agama saja, begitu pula pengikut nabi-nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad S.A.W, yang benar-benar pasrahnya kepada Alloh, akan diterima kembali disisi Nya sesudah berpisah jasad dengan rohnya. Bagi perjalanan tasawuf hendaklah berusaha untuk mencapai tujuan kepada Alloh, bukan untuk bertengkar didalam perjalanan, dan tidak terpaku dengan titik koma bacaan, dan tulisan, Alloh tidak ada didalam bacaan atau tulisan, Alloh berada pada yang membaca dan yang menulis, apabila pelakunya mengerti tentang Alloh, itulah suatu tanda untuk sampai ketujuan. Oleh sebab itu tasawuf hendaklah berusaha membuka dan membedah penutup agar masuk menceburkan diri kedalam :
“Dia yang tiada berawal, Dia yang tiada berakhir, Dia yang berWujud, dan Dia yang lahir dan bathin.” Sebenarnya Alloh disetiap waktu, dimana saja mampu menampakkan diri-Nya kepada setiap umat manusia, tetapi kebanyakan umat manusia tertutup dan terhijab oleh penglihatannya, maka itulah yang menjadi penyebab utama kebutaan dan ketulian, penyebab itu pula yang hendak disingkirkan oleh tasawuf.
Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu
Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu (Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya
===================
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku,
DALAM Islam, Tuhan dimaknai sebagai sesuatu yang bersifat transenden. Dalam hal ini, kaum sufi sepakat sepenuhnya. Mereka berkata “Dengan rupa apa pun engkau membayangkan Tuhan, Dia tetap berbeda dari bayanganmu.” Namun, pada saat yang sama, mer
eka juga meyakini bahwa Tuhan juga bersifat immanen, selalu ada di dalam semua ciptaan-Nya. Bahkan, mustahil bagi manusia untuk mengetahui Tuhan, kecuali melalui ciptaan-Nya. Menurut kaum sufi, ciptaan yang paling dekat dan paling mudah untuk mengantar kepada pengenalan Tuhan adalah diri manusia sendiri. Karena itulah dalam sebuah kata-kata hikmah (bagi sebagian ulama ini dikatakan sebagai hadits dari Rasulullah SAW) bahwa : “Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu”. “Barangsiapa mengenal dirinya (nafsahu) maka ia akan mengenal Tuhannya”.
Sementara itu Imam Ali karamallahu wajhah mengatakan bahwa : “Awwaluddina Ma’rifatullah”. “Awalnya beragama adalah mengenal Allah”. Dengan demikian dapat dilihat hubungannya, bahwa Mengenal diri (An-Nafs) merupakan awal dari seorang beragama dengan haq dan pada ujungnya mengenal al-Haqq (Allah Swt). Wallahualam bissawab.
ALIF (Alhamdulillah It’s Friday). Selamat liburan panjang daqn berkumpul bersama keluarga tercinta. Jangan lupa Hari Jum’at baca Al Kahfi dan banyak-banyak membaca Shalawat Nabi.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Baraka Allah Fikum. Aamiin YRA

MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU
"Man Arofa Nafsahu Faqod arofa robbahu",yang artinya "Siapa yang mengenal dirinya,Maka akan mengenal Tuhan-nya" adalah sebuah ungkapan yang populer dalam dunia Tassawuf.ada yang bilang ini hadits,tapi ada yang mengatakan ungkapan ini bukan hadits tetapi sebuah ungkapan ...hikmah biasa.Saya tidak akan membahas pertentangan ini,biarlah ungkapan ini kita pahami untuk diambil hikmahnya.

Dahulu ketika masih remaja,saya sering mendengar orang-orang berdiskusi tentang Ma'rifatullah (Mengenal Allah) yang kebanyakan menggambarkan orang-orang yang Ma'rifatullah itu sebagai orang yang sakti alias keramat."Orang yang ma'rifatullah itu bisa jalan di atas air" atau "Orang yang ma'rifatullah itu kalo dibacok gak mempan" juga bisa pergi ke tempat yang jauh dalam sekejap mata,berada di dua tempat berbeda dalam waktu yang sama,dan berbagai peristiwa ajaib lainnya.


Tajk ada bantahan yang bisa saya beri kecuali menerima saja pendapat-pendapat model begini.Ya,bagaimana mau membantah atau mengkritisi karena terlalu awam dalam masalah ini dan tidak mau pusing memikirkan benar tidaknya. Pencarian jati dirilah yang akhirnya menyeret saya untuk seakan-akan kembali mau tidak mau untuk mencari apa sebenarnya ma'rifatullah.Saya yakin banyak juga diantara sahabat yang mungkin sempat kepikiran mengenal hal ini,meski selintas.Atau bahkan terus mencari jawabannya secara aktif. Mencari definisi-definisi dalam buku-buku tassawuf mungkin hanya akan memberikan "Kepahaman Definitif".

Maaf,ini istilah saya sendiri.Maksudnya definisinya kita temukan di buku,lalu bisa kita hafal di luar kepala dan kalo ada yang nanya misalnya dalam sebuah diskusi,maka akan kita beri jawabannya.tetapi sebenarnya tetap saja "Tak paham".seperti halnya para intelektual agama menjelaskan tentang apa itu "Rasa Khusyu" namun ternyata tak pernah mengalami "Khusyu".

Atau lebih dramais lagi seperti anak-anak kecil jaman sekarang yang fasih menyanyikan lagu-lagu cinta,tapi tetap gak faham.Karena tidak merasakan jatuh cinta sesungguhnya. Persoalan kita sebenarnya bukan pada tataran definisi tetapi pada tataran Experience (pengalaman) rasa.Seperti halnya Khusyu' adalah pengalaman rasa,maka ma'rifatullah juga begitu.Yaitu rasanya yang akrab (kenal ) dengan Allah.Kita bisa membandingkan saat kita menceritakan sosok Presiden SBY sehari-hari saat sedang berada di rumah dengan cerita kita tentang sosok ayah kita saat sedang di rumah.Kita hanya bisa menceritakan SBY barangkali berdasarkan apa yang kita baca di koran atau melihat di TV.Tetapi bercerita tentang ayah kita,maka akan terasa istimewa.Bukan hanya hapal tentang kebiasaab-nya tapi juga bisa mencium bau keringatnya.Hal yang tidak bisa terjadi saat kita bercerita tentang SBY.

Nah,lantas kalo memang Ma'rifatullah itu experience (pengalaman ) rasa untuk apa dibahas di sini? Karena pasti tak nyambung tokh..? subhanallaah...sebagaimana rasa khusyu' itu sebuah experience pribadi seorang hamba dengan Tuhannya saat sholat yang sebenarnya hanya bersifat subjektif tetapi dalam hal ini Rasulullah SAW pernah memberi sebuah ilustrasi dalam hadits dimana Beliau mengatakan bahwa kalau khusyu' hati seseorang maka akan khusyu' badannya.

Dalam sebuah hadits,Rasulullah SAW pernah menanyakan kepada seseorang apakah ia sudah sholat.Orang itu menjawab bahwa ia sudah sholat.Lalu Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang itu belum sholat dan kemudian Baginda SAW menyuruh orang itu sholat.Setelah itu Baginda SAW menyakan lagi seperti di atas dan jawaban orang itu bahwa ia sudah sholat.Namun Rasulullah tetap mengatakan hak yang sama.Hingga berulang sebanyak tiga kali yang pada akhirnya Baginda SAW menegaskan bahwa orang itu belum dinilai telah melakukan sholat ,karena tidak Thuma,ninah (bersikap tenang) dalam sholatnya,yang barangkali dinilai tidak khusyu'.

Tentang ma'rifatullah ada ilustrasi yang sederhana dan sangat gamblang dari sufi besar As syaikh Abul Hasan As Syadzili yang lebih kurang ilustrasinya sebagai berikut: Seseorang yang ma'rifatullah itu adalah orang yang melihat betapa hinanya ia,sehingga terlihat di hadapannya kemuliaan tuhannya.seseorang yang menyadari kelemahannya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha Kuat.

Ia melihat kefaqiran dirinya,lalu sadar bahwa Tuhannya lah Yang Maha kaya,sehingga ia bergantung kepada-Nya dalam setiap urusan. ahli-ahli ibadah atau cendekiawan sekalipun kalo tak memiliki gambaran seperti hal di atas rasanya bukanlah orang yang ma'rifatullah. ada sebuah lantunan do'a yang konon juga dari Nabi SAW,yaitu : ALLAHUMA INNI DHO'IFUN FAQOWWINI WA INNI DZALILUN FA A'IZZANI WA INNI FAQIRUN FA AGHNINI (YAA ALLAH SUNGGUH AKU LEMAH MAKA KUATKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU HINA MAKA MULIAKANLAH AKU,DAN SUNGGUH AKU FAKIR MAKA KAYAKANLAH AKU). Kepada Allah saya mohon ampun atas segala khilaf.Segala puji hanya bagi Allah semata.Salam dan sholawat semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada Nabi-Nya yang terpih.Allahu a'lam bisshowab

Pepatah mengatakan: Tak jumpa maka tak kenal, tak kenal maka tak cinta. Cinta kepada Allah semata. Cinta kasih adalah rahasia Allah.

Dia menciptakan manusia dalam bayangan Rahman (hadist Rosululloh).
Bagaimana caranya kita mengenal Dzat Allah? Dimana? Kemana kita harus mencari Dzat Allah? Apakah harus ke Mekkah ataukah ke negeri Cina? Apakah sedemikian jauhnya Dzat Allah itu berada?
Bagi umat Islam sebagai bahan rujukannya adalah Al Qur’an dan hadist Rosulullah.


BERDASARKAN AL QUR’AN ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. BILA HAMBA-HAMBA KU BERTANYA TENTANG AKU KATAKANLAH BAHWA AKU DEKAT (AL BAQARAH 2 : 186).

2. LEBIH DEKAT AKU DARI PADA URAT LEHER (AL QAF 50 : 16).
3. KAMI AKAN PERLIHATKAN KEPADA MEREKA TANDA-TANDA (AYAT-AYAT) KAMI DI SEGENAP PENJURU DAN PADA DIRI MEREKA (FUSHSHILAT 41 : 53).
4. DZAT ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU (FUSHSHILAT 41 : 54).
5. DIA (ALLAH) BERSAMAMU DIMANAPUN KAMU BERADA
(AL HADID 57 : 4).
6. KAMI TELAH MENGUTUS SEORANG UTUSAN DALAM NAFS (DIRI)-MU (AT TAUBAH 9 : 128).
7. DI DALAM DIRI-MU APAKAH ENGKAU TIDAK MEMPERHATIKAN (ADZ DZAARIYAAT 51 : 21).
8. TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA (AL ANFAAL 8 : 24).
9. AKU CIPTAKAN MANUSIA DENGAN CARA YANG SEMPURNA
(AT TIN 95 : 4).

Manusia diciptakan dengan cara yang sempurna. Berarti bahan dasarnya juga harus sempurna yaitu Dzat Yang Maha Sempurna. SETELAH AKU SEMPURNAKAN KEJADIANNYA AKU TIUPKAN RUH-KU KE DALAMNYA ( AL HIJR 15 : 29 ). Berarti Dzat Allah berada di dalam diri setiap manusia, baik mata belo maupun mata sipit, hidung mancung maupun pesek, kulit hitam, putih, coklat maupun kuning.


Kita semua tenggelam atau baqo' dalam Tuhan. Bila Jubah Allah itu bulat seperti bola maka kita semua seperti berada di dalam bola yang kemanapun kita menghadap baik kekiri, ke kanan, ke atas maupun kebawah disanalah Wajah Allah. DIA ada dimana-mana namun dalam ke-Esa-an-NYA, DIA tidak kemana-mana.


HADITS QUDSI DAN HADITS RASULULLAH :

1. MAN AROFA NAFSAHU FAQOD AROFA ROBBAHU : Barang siapa mengenal nafs (diri) nya, maka dia mengenal Tuhan nya.
2. WA MAN AROFA ROBBAHU FAQOD JAHILAN NAFSAHU : Barang siapa mengenal Tuhannya maka dia merasa bodoh.
3. MAN TOLABAL MAULANA BIGHOIRI NAFSI FAQODDOLA DOLALAN BA'IDA : Barang siapa yang mencari Tuhan keluar dari dirinya sendiri maka dia akan tersesat semakin jauh.
4. IQRO KITAB BAQO KAFA BINAFSIKA AL YAOMA ALAIKA HASBI : Bacalah kitab yang kekal yang berada di dalam diri kalian sendiri.
5. ALLAHU BATHINUL INSAN, AL INSANU ZHOHIRULLAAH: Allah itu bathinnya manusia, manusia adalah zhohirnya (kenyataannya) Allah.
6. AL INSANU SIRI WA ANA SIRUHU: Rahasia kalian adalah rahasia-Ku.
7. DALAM SETIAP RONGGA ANAK ADAM AKU CIPTAKAN SUATU MAHLIGAI YANG DISEBUT DADA, DI DALAM DADA ADA QOLBU, DALAM QOLBU ADA FUAD, DALAM FUAD ADA SYAGHOFA, DI DALAM SYAGHOFA ADA SIR, DALAM SIR ADA AKU, TEMPAT AKU MENYIMPAN RAHASIA.
8. LAA YA'RIFALLAAHU GHOIRULLAH : Yang mengenal Allah hanya Allah.
9. AROFTU ROBBI BI ROBBI : Aku mengenal Tuhan melalui Tuhan.
10. MA 'AROFNAKA HAQQO MA’RIFATAKA : Aku tidak mengenal Engkau, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang Engkau perintahkan.

Apakah kita bisa bertatap muka secara langsung dengan Allah? Mari kita lihat Surat Al Baqarah ayat 1: ALIF LAM MIM. Mengapa tidak dibaca ALAM atau ALIM??? HANYA ALLAH YANG MENGETAHUI ARTINYA. Yang mengetahui Allah hanya Allah. Huruf Alif adalah milik Allah, Lam untuk utusan Allah dan Mim untuk Muhammad (insan, manusia).
Antara Alif dan Mim ada Lam, antara Allah dan manusia ada apa?? ADA SIR.
Sir dalam hal ini bisa berperan sebagai utusan, sebagai pembawa berita, sebagai naluri, sebagai angan-angan atau imajinasi, sebagai generator dan bisa juga sebagai mikro prosesor penerima atau pengolah data.

TIDAK ADA SEORANG PUN YANG DAPAT BERCAKAP-CAKAP DENGAN ALLAH, KECUALI DENGAN WAHYU, ATAU DARI BELAKANG TABIR, ATAU DENGAN MENGIRIMKAN UTUSAN-NYA DENGAN SEIZIN-NYA.
( AS-SYUARA 42 : 51 ).
MULAI HARI INI AKU SINGKAPKAN TABIR YANG MENUTUPI MATAMU, MAKA PENGLIHATANMU AKAN MENJADI TAJAM (AL QAAF 50 : 22).
TUHAN MENEMPATKAN DIRI ANTARA MANUSIA DENGAN QOLBUNYA. (AL ANFAL 8 : 24).
Qolbu merupakan titik terendah dari sumbu komunikasi vertikal kepada Allah. Tabir akan menjadi transparan dan akan menjadi kabel penghubung untuk berkomunikasi dengan Allah, manakala kita tidak ragu-ragu akan kebenaran Al Qur’an dan yakin akan keghoiban Allah dimana qolbu merupakan pintu masuk ke alam ghoib. Komunikasi dengan Allah hanya bisa melalui dzikir qolbu.

INILAH KITAB YANG TIADA DIRAGUKAN, SUATU PETUNJUK BAGI MEREKA YANG TAKWA, YAITU MEREKA YANG BERIMAN KEPADA YANG GHOIB.
( AL BAQARAH 2 : 2-3 )

DAN SEBUTLAH ( NAMA ) TUHANMU DALAM HATIMU…( AL A’RAF 7 : 205 ).
DIA AKAN MEMBERI PETUNJUK KEPADA HATINYA ( AT TAGABUN 64 :11 )
DIALAH JIBRIL YANG MENURUNKAN AL QUR’AN KE DALAM QOLBUMU DENGAN SEIZIN ALLAH (AL BAQARAH 2 : 97).

Oleh karena itu seorang akan betul-betul yakin kepada kebenaran Al Qur’an dan hakikat Dzat, setelah yang bersangkutan mengalami hal-hal yang bersifat ghoib. Pengalaman ghoib itulah yang sangat didambakan oleh para pencari Tuhan. Pengalaman ghoib itulah yang disebut ilmu ilhamiah atau ilmu laduni yang lebih dipercayai oleh mereka para sufi dari pada ilmu akal.

BARANG SIAPA YANG HATINYA DIBUKA OLEH ALLAH KEPADA ISLAM (DAMAI) MAKA IA ITU MENDAPAT CAHAYA DARI TUHAN NYA.
(AZ ZUMAR 39 : 22).

Menurut Al Ghazali Dzat Allah itu sangat terang benderang, sehingga hanya bisa ditangkap oleh mata hati.
CAHAYA DI ATAS CAHAYA (AN NUR 35),
DIA (ALLAH) TIDAK TERCAPAI OLEH PENGLIHATAN MATA
(AL AN’AM 6 : 103).

YANG PERTAMA-TAMA AKU BERIKAN KEPADA MEREKA (YANG BERIMAN) ADALAH NUR KU YANG AKU TARUH DI HATI MEREKA (HADITS QUDSI).

Ketika Musa berdo’a ingin melihat Tuhan, maka Tuhan berfirman :
ENGKAU (MUSA) TIDAK AKAN SANGGUP MELIHAT AKU.
MAKA MANAKALA TUHANNYA MEMPERLIHATKAN DIRI DI ATAS BUKIT, BUKIT ITU HANCUR DAN MUSA JATUH TIDAK SADARKAN DIRI
(AL A’RAF 7 : 143).

Maka dengan demikian adalah sangat terlarang untuk menyingkap tabir rahasia Allah, kita tidak boleh melewati batas-batas yang telah ditetapkan Allah.
ALLAH MEMPUNYAI TUJUHPULUH HIJAB CAHAYA DAN KEGELAPAN; SEANDAINYA DIA MENYIBAKKAN HIJAB-HIJAB ITU MAKA KEAGUNGAN WAJAHNYA AKAN MEMBAKAR SEGALA YANG DILIHAT OLEH MAHLUK-NYA ( HADITS ROSULULLAH ).

Berpikirlah kamu tentang makhluk Allah, jangan berpikir tentang Dzat Penciptanya.
Aku tidak mengenal Allah, kecuali sampai sebatas pengetahuan yang telah Allah berikan kepadaku. ( Hadits Rosulullah ).
Bila kita berusaha mencoba menyingkap tabir tersebut, maka kita akan hancur lebur seperti halnya dalam riwayat Nabi Musa yang ingin melihat Allah, dimana gunung sekalipun akan hancur. Mengenal Tuhan harus melalui Tuhan. Dia yang mengenali dan Dia yang dikenali adalah sama. Jasmani Musa dengan ke-aku-annya tidak mungkin bisa berhadapan dengan Tuhan, karena tidak ada sesuatu wujud yang lain disamping Allah. Kekasaran jasmani dan ke-aku-an merupakan tabir yang pekat.
Sesungguhnya Allah telah memberikan peringatan kepada kita semua :

WA YUHADZDZITU KUMULLAHU NAFSAHU : DIA MEMPERINGATKAN KA MU TERHADAP DIRINYA (AL IMRAN 3 : 30).

KULLU SYAI’IN HAALIKUN ILLAA WAJHAHU : SEGALA SESUATU AKAN MUSNAH KECUALI WAJAHNYA (AL QASHASH 28 : 88).

Bila ingin berjumpa dengan Tuhan, hancur luluhkan dirimu sendiri, ke-akuan-mu, egomu, tutup mata dan telingamu, tutup semua ilmu dan teori tentang Dzat, kosongkan hati dan pikiranmu dari segala sesuatu selain Allah semata, maka KE-AKU-AN TUHAN, RUH TUHAN dalam dirimu akan muncul memperlihatkan JAMAL-NYA. AKU dan AKU saling bertemu dan berdialog. Demikianlah apa yang dilakukan Musa selama 40 hari dan 40 malam, sehingga Musa pun bisa menerima wahyu 10 Perintah Tuhan. Demikian juga Nabi Muhammad SAW, menurut para sesepuh, wahyu pertama turun setelah 40 hari dan 40 malam di Gua Hira.
Sabda Rosulullah : Kita harus bisa mati sebelum mati.


Siapa yang mengenal diri, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Berapakah umur kita sekarang? dan Sudahkah kita mengenal diri kita sendiri?
Jangan bilang kalau “Saya sudah mengenal Allah tetapi tidak mengelan diri sendiri”
Mengenal diri dalam kaitannya dengan pengenalan diri terhadap Tuhan, karena untuk tahu Allah harus tahu Hambanya dulu, Rahasia Tuhan ada pada Hambanya.. , mengenal diri sama dengan mengenal jati diri… siapa dirinya yang sejati?
Dari apa manusia itu di ciptakan?..
“Hendaklah kamu perhatikan darimana kamu di ciptakan”, manusia diciptakan dari setetes air mani, melalui sulbi tulang belakang? sebagai wasilahnya adalah kedua orang tua kita. kemudian melalui beberapa proses dan beberapa bulan, terciptalah yang namanya manusia..

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al A’raaf 172),

Ingatkah kita bagaimana Tuhan itu? seperti yang di jelaskan ayat diatas… bukankah kita pernah bersaksi!!!,, ataukah benar juga apa yang di katakan ayat diatas,,, “kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini”,
Maha benar Allah dengan segala Firmannya bahwasannya kami lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)
Terus apa yang bikin kita lengah terhadap keesaan Tuhan?
Kita perhatikan mulai kita di lahirkan di muka bumi ini ,, , orang tua kita dengan pelan-pelan mengajarkan atau membimbing tentang lingkungan sekeliling kita, daya pandang kita keluar dari diri, kemudian daya dengar kita,,, bahkan daya raba kita, semua di bimbing keluar dari dalam diri. Tidak pernah dibimbing untuk melihat apa yang ada dalam diri kita, mendengar suara yang keluar dari dalam diri kita, bahkan meraba apa yang ada dalam diri kita. Tentunya tidak menyalahkan kedua orang tua kita, itu memang sudah seharusnya dilakukan, bahkan itu wajib di berikan oleh setiap orang tua dalam rangka kiprahnya nanti dalam kehidupan bermasyarakat.
Pernahkah memperhatikan diri sendiri,, mendengar diri sendiri, meraba diri sendiri.
SUSAH? pasti.. karena kebiasaan kita melihat, mendengar, meraba apa-apa yang di luar dari diri kita.
Kita coba mengenal keesaan Allah melalui mengenal diri sendiri.. meneliti diri… tidak usah meneliti orang lain, karena orang lain jg sama manusiannya..
Manusai terdiri dari 3 bagian yaitu Jasmani, Jiwa dan Rohani.
Jasmani adalah wujud yang bisa dilihat oleh mata dan bisa di raba.. wujud dzahir dari ujung rambut sampai ujung kaki dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda, yang terbentuk dari sari pati makanan dan tumbuhan serta air melalui makanan yang kita makan, sehingga terbentuklah tubuh manusia.
Jiwa terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Ghodob, Sahwat, dan Natiqah

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar